Selasa, 19 Juni 2012

tafsir ayat-ayat tentang sejarah dan kisah


AYAT-AYAT TENTANG SEJARAH DAN KISAH
I.            PENDAHULUAN
Setiap perbuatan tentu nantinya akan dipertanggungjawabkan oleh masing-masing individu (manusia) kelak di yaumul hisab (hari pembalasan). Oleh karena itu, kita sebagai umat manusia khususnya umat islam yang sudah barang tentu telah mengetahui hal itu, maka hendaknya dapat mengambil pelajaran/hikmah terhadap apa yang telah kita perbuat agar esok bisa lebih baik lagi dan kita nantinya dibalas oleh Allah dengan balasan yang baik pula.
Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW melalui Jibril As sebagai mukjizat yang terbesar. Salah satu isi pokok ajarannya adalah mengenai sejarah dan kisah umat terdahulu. Keterangan tentang sejarah dan kisah umat terdahulu didalam kitab Al-Qur’an tentunya memiliki tujuan. yaitu merupakan sebagai petunjuk/pelajaran bagi umat islam yang selanjutnya agar dapat mengambil hikmah dari peristiwa yang sudah terjadi dimasa lalu. Sehingga dimasa sekarang umat manusia khususnya umat islam tidak terjerumus kedalam lembah hitam yang menyesatkan, lebih-lebih dapat mendatangkan azdab Allah SWT.
Pada makalah ini, pemakalah akan memaparkan secara rinci ayat-ayat tentang sejarah dan kisah beserta kaitannya untuk dapat kita ambil hikmahnya. 
                       
II.            RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian sejarah dan kisah?
2.      Bagaimana tafsir ayat-ayat tentang sejarah dan kisah?
3.      Bagaimana konsep sejarah dalam Al-Qur’an ?
4.      Bagaimana  hukum-hukum sejarah dalam Al-Qur’an ?
5.       Bagaimana contoh kisah yang diceritakan Al-Qur’an ?
6.       Apa fungsi sejarah bagi kehidupan manusia ?



III.            PEMBAHASAN
1.         Pengertian Sejarah dan Kisah
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia sejarah adalah sebuah asal-usul (keturunan) silsilah atau kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Sedangkan kisah adalah cerita tentang kejadian atau riwayat dalam kehidupan seseorang.
2.         Tafsir ayat-ayat tentang sejarah dan kisah
a.    Q.S Ali Imron(3): 137
ôs% ôMn=yz `ÏB öNä3Î=ö6s% ×ûsöß (#r玍šsù Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#øx. tb%x. èpt6É)»tã tûüÎ/Éjs3ßJø9$# ÇÊÌÐÈ
Artinya:“Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah, karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”

1.      Asbabun Nuzul
Sunnah Allah, artinya ketentuan yang berlaku, bahwa yang hak pada akhirnya akan menang dan yang bathil akan kalah. Secara umum ayat ini masih dalam rangka uraian tentang peperangan Uhud (yang dimulai dari ayat 121) mengenai kejadian-kejadian yang penting dan sikap orang-orang kafir terhadap orang-orang mukmin yang berakhir dengan kemenangan orang-orang mukmin, berkat keimanan dan kesabaran dalam menghadapi segala macam bahaya dan rintangan untuk mempertahankan dan menegakkan kebenaran.[1]
2.      Tafsir
Pengertian ayat di atas adalah bahwa kehendak Allah pada makhluk-Nya berjalan sesuai dengan Sunnatullah yang maha bijaksana. Barang siapa berjalan pada sunnah  tersebut maka akan berhasil, sekalipun ia seorang mulhid atau watsani. Dan siapa saja menyimpang darinya akan rugi, meskipun ia seorang Nabi atau shiddiq.[2]
Berdasarkan pengertian ini, tidak mengherankan jika kaum Muslimin mengalami kekalahan dalam perang Uhud, dan kaum musyrikin bisa mendekati Nabi SAW., bahkan sempat melukai beliau dan merontokkan giginya, serta menjerumuskannya ke dalam lubang. Yang diakibatkan karena kaum muslimin saat itu berada dalam dua kondisi, yaitu khawatir dan penuh harap. [3]
3.      Munasabah
Adapun hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 135 dan 136, sebelumnya menurut Ibnu Ar Razi ialah: setelah Allah SWT menjanjikan untuk memberikan ampunan dan surga kepada orang yang taat dan orang yang bertaubat, maka pada ayat ini Allah menyebutkan hal-ikhwal ummat yang taat dan yang tidak taat pada abad-abad yang lampau supaya orang-orang mukmin mengambil i’tibar dan pelajaran daripadanya.  
Pada ayat 137 ini, Allah menerangkan bahwa sunnahNya (ketentuan yang berlaku) terhadap makhlukNya, semenjak umat-umat dahulu kala sebelum umat Nabi Muhammad SAW, tetap berlaku sampai sekarang. Dan Allah menyuruh kita menyelidiki dan memperhatikan sebab-sebab ditimpakannya azab kepada orang-orang yang mendustakan kebenaran.
Adapun selanjutnya dalam ayat 138 menjelaskan bahwa apa yang tersebut pada 137 adalah penerangan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang bertakwa.
b.   Q.S Yusuf (12):111
ôs)s9 šc%x. Îû öNÎhÅÁ|Ás% ×ouŽö9Ïã Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# 3 $tB tb%x. $ZVƒÏtn 2uŽtIøÿム`Å6»s9ur t,ƒÏóÁs? Ï%©!$# tû÷üt/ Ïm÷ƒytƒ Ÿ@ÅÁøÿs?ur Èe@à2 &äóÓx« Yèdur ZpuH÷quur 5Qöqs)Ïj9 tbqãZÏB÷sムÇÊÊÊÈ
Artinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
1.    Tafsir
Kata ‘ibrah merupakan Akar kata yang terdiri dari (‘ain-ba’-ro’) mempunyai arti berlalu, melalui, melampaui, menyeberangi dan lain sebagainya. Ungkapan mi’bar adalah tempat di pinggir kaliyang digunakan untuk menyebrangi lkali tersebut. Air mata disebut ‘abrah  karena ia meleleh dan mengalir dari kelopak mata. Jika dikatakan “abbartur ad-dananirartinya “aku menimbang-nimbang dinar itu                                                                                                                                                                                                                                             satu demi satu”. Dari sini muncul ungkapan ‘ibrah atau i’tibar  yang  sering kali diterjemahkan dengan mengambil pelajaran dai peristiwa masa lalu karena seseorang yang mengambil pelajaran berarti dia akan membandingkan antara peristiwa masa kini denagn peristiwa masa lalu, sebagaimana orang yang akan menyebrangi sungai, dia akan melihat tempat penyeberangan yang kedua. Atau se4bagaimana seseorang yang membandingkan satu dinar dengan dinar yang lain ketika menukar.
Pada ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa semua kisah nabi-nabi, terutama Nabi Yusuf AS bersama ayah dan saudara-saudaranya , adalah pelajaran bagi orang-orang yang memiliki akal. Sedangakan orang yang lalai yang tidak menggunakan akal pikirannya untuk memahami kenyataan yang ada, maka kisah nabi tersebut tidak akan bermanfaat baginya[4].
2.    Munasabah
Munasabah ayat 111 dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 110, bahwa ayat 110 menjelaskan tentang kisah nabi yang mendapat cobaan dari Allah dan pertolongan Allah kepada mereka. Pertolongan Allah akan datang ketika beliau (para Nabi) telah mencapai puncak kesusahan dalam menanggung cobaan tersebut. Sedangakan ayat 111, sebenarnya memiliki keterkaitan dengan seluruh ayat-ayat dalam surat yusuf. Surat yusuf menceritakan tentang kisah nabi Yusuf, dan pada ayat terakhir ini menjelaskan bahwa kisah-kisah nabi Yusuf tersebut memilki banyak kandungan pembelajarn bagi kehidupan selanjutnya, setelah nabi Yusuf.
c.    Q.S Al-Isro’ (17): 77[5]
sp¨Zß `tB ôs% $uZù=yör& šn=ö6s% `ÏB $oYÎ=ß ( Ÿwur ßÅgrB $oYÏK¨YÝ¡Ï9 ¸xƒÈqøtrB ÇÐÐÈ  
Artinya : “(Yang demilian itu) merupakan ketetapan bagi para rosul Kami yang Kami utus sebelum engkau, dan tidak akan engkau dapati perubahan atas ketetapan Kami.”
1.      Asbabun Nuzul
            Diriwayatkan oleh abu Syaikh Ibnu Hayyan al-Ansari dari Sa’id bin Jubair bahwa Nabi Muhammad SAW pada suatu kali mengusap Hajar Aswad dalam tawaf, lalu dilarang oleh orang- orang Quraisy. Mereka berkata: “Kami tidak akan mengizinkan kamu menciumnya sebelum datang kepada tuhan –tuhan kami”. Nabi berkata dalam hatinya, “Apakah salahnya jika aku mengunjungi tuhan – tuhan mereka, bila sesudahnya mereka membiarkanku mencium Hajar Aswad. Allah mengetahui motivasiku mencium tuhan – tuhan mereka”. Akan tetapi Allah tidak mengizinkan Nabi berbuat demikian,  Jilalu kepada beliau diturunkannya ayat ini.
Ibnu Ishak, Ibnu Mardawaih, dan lain – lainnya meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Umayyah bin Khalaf, Abu Jahal, dan beberapa orang pemuka suku Quraisy berkata, “Mintalah berkah tuhan – tuhan kami, kami akan beramai – ramai masuk agamamu”. Rasulullah SAW sangat kecewa bila kaumnya menjauh darinya, karena beliau menginginkan mereka semua masuk Islam Rasulullah sangat sedih, maka turunlah ayat – ayat ini.
2.      Tafsir
Istilah (سنة الله) sunnatullah, dari segi bahasa terdiri dari kata “sunnah” dan “Allah”. Kata  سنة sunnah antara lain berarti “kebiasaan”. Sunnatullah adalah kebiasaan-kebiasaan Allah dalam memperlakukan masyarakat. Dalam alQur’an kata sunnatullah dan yang semakna dengannya seperti sunnatuna, sunnatul awwalin, terulang sebanyak tiga belas kali. Kesemuannya berbicara dalam konteks kemasyarakatan, sebagai contoh dapat dibaca QS. Al-Anfal (8): 38, al-ahzab (33):38, dan ghafir (40): 85. Perlu diingat bahwa apa yang dinamai hukum-hukum alam pun adalah kebiasaan-kebiasaan yang dialami manusia. Dan dari ikhtisar pukul rata statistik tentang kebiasaan-kebiasaan itu, para pakar merumuskan hukum-hukum alam. Kebiasaan itu dinyatakan Allah sebagai tidak beralih (QS. Al-Isra (17): 77) dan tidak pula berubah (QS. Al-fath:23). Karena sifatnya demikian, ia dapat dinamai juga dengan hukum-hukum kemasyarakatan atau ketetapan-ketetapan Allah terhadap situasi masyarakat. Dahulu para pakar tidak menyadari bahwa ayat ini berbicara tentang salah satu hukum kemasyarakatan sehingga hukum-hukum tersebut belum lagi populer/diketahui. Karena itu, ada yang menganggap bahwa firman-Nya diatas yang menyatakan “Tidak akan tinggal sepeninggalmu” berarti mereka akan mati.
Ayat diatas pada hakikatnya berbicara tentang sunnatullah/ hukum-hukum kemasyarakatan sebagai bunyi lanjutannya “Dan tidak akan engkau dapati perubahan bagi sunnah/ketetapan Kami itu” karena itu kalimat “Sepeninggalmu mereka tidak tinggal, melainkan sebentar saja”, tidak boleh dipahami sebagai kematian orang-orang tetapi kematian sistem/orde masyarakat. Orang-orang yang hidup dalam masyarakat tersebut tetap bertahan hidup, tetapi sistem kemasyarakatan dan pandangan jahiliah yang mereka anut menurut ayat yang ditafsirkan ini sebentar lagi akan runtuh. Dan ini terbukti kebenarannya setelah 10 tahun dari hijrah rasul saw dari Mekah. Ayat ini merupakan salah satu bukti bahwa alQur’an adalah kitab pertama yang menjelaskan hukum-hukum kemasyarakatan dan bahwa disamping ajal perorangan ada juga ajal bagi masyarakat.
3.      Munasabah
Dalam ayat – ayat yang lalu, Allah SWT menjelaskan keingkaran manusia yang tidak mau beriman padahal nikmat Allah begitu besar, baik yang terdapat di alam raya ataupun yang terdapat pada dirinya, padahal fitrah manusia itu beragama tauhid. Hal ini tampak ketika mereka ditimpa malapetaka yang dahsyat, mereka memohon perlindungan hanya kepada Allah. Akan tetapi, setelah terlepas dari malapetaka itu, mereka tidak mau berterima kasih pada Zat yang menolongnya, malah menyembah tuhan-tuhan yang lain yang mereka persekutukan dengan Allah. Dalam ayat-ayat ini, Allah swt mengungkapkan bagaimana keingkaran kaum musyrikin Mekah kepada seruan Rasulullah. Mereka bukan hanya menolak diajak kembali kepada agama tauhid, bahkan memusuhi Nabi Muhammad dan kaum Muslimin serta berusaha mengusir mereka dari bumi Mekah.
d.         Q.S Thaha : 99
y7Ï9ºxx. Èà)tR y7øn=tã ô`ÏB Ïä!$t7/Rr& $tB ôs% t,t7y 4 ôs%ur y7»oY÷s?#uä `ÏB $¯Rà$©! #\ò2ÏŒ ÇÒÒÈ
Artinya : Demikianlah Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu, dan sesungguhnya telah Kami berikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan (Al Qur’an).
1.    Tafsir
Pada ayat ini Allah menjelaskan kepada Nabi Muhammad SAW bahwa kisah-kisah yang diberitakan pada ayat-ayat yang lalu seperti kisah Musa AS bersama Firaun dan Samiri itu, demikian pula kisah-kisah nabi sebelunya patut menjadi contoh dan teladan baginya dalam menghadapi kaumnya yang ingkar dan sangat durhaka. Karena memang demikianlah keadaan setiap rasul walaupun telah diturunkan kepadnya kitab-kitab dan mu’jizat-mu’jizat untuk menyatakan kebenaran dakwahnya, namun kaumnya tetap saja ingkar dan berusaha sekuat tenaga menentang seruannya dan tetap memusuhi bahkan ingin membunuhnya untuk melenyapkannya sehingga tidak terdengar lagi suara kebenaran yang disampaikannya.
2.    Munasabah
Pada ayat sebelumnya Allah telah menerangkan kisah Nbi Musa AS. bersama Firaun dan Samiri, dua pemimpin yang kafir dan durhaka, ini merupakan pengalaman pahit yang biasa diderita oleh setiap Rosul dan orang-orang yang berusaha menegakkan kebenaran dan meninggikan agama Allah. Maka pada ayat-ayat ini Allah menerangkan kepada Nabi Muhammad SAW kisah para nabi sebelumnya sebagai peringatan bagi umat manusia dan hiburan yang dapat melenyapkan kesedihan yang bersemi dalam hati Nabi karena sikap kaumnya yang tetap saja ingkar dan tidak mau menerima petunjuk-petunjuk Allah yang telah disampaikannya, ditambah lagi dengan penganiayaan dan cemoohan yang dilontarkan mereka atas dirinya. Jadi apa yang diderita oleh Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan risalah-Nya telah dirasakan pula oleh nabi-nabi dan rasul-rasul sebelum beliau.
e.    Q.S Ar-Rum (30) : 42
ö@è% (#r玍ŠÎû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#øx. tb%x. èpt7É)»tã tûïÏ%©!$# `ÏB ã@ö6s% 4 tb%x. OèdçŽsYò2r& tûüÏ.ÎŽô³B ÇÍËÈ
Artinya:  Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)."

1.    Asbabun Nuzul
ö@è% (#r玍ŠÎû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#øx. tb%x. èpt7É)»tã tûïÏ%©!$# `ÏB ã@ö6s% 4
Katakanlah hai rasul, kepada orang-orang musyrik dari kalangan kaummu itu, lakukanlah perjalanan ke berbagai negeri, lalu lihatlah dan perhatikanlah tempat-tempat tinggal orang-orang yang kafir kepada Allah sebelum kalian, karena mereka rela mendustakan rasul-rasulNya. Bagaimanakah Kami telah membinasakan mereka dengan azab Kami, kemudian Kami jadikan mereka sebagai pelajaran buat orang-orang yang sesudah mereka?
Selanjutnya Allah menjelaskan penyebab yang mengakibatkan mereka dibinasakan oleh azab itu. Dia berfirman:
tb%x. OèdçŽsYò2r& tûüÏ.ÎŽô³B ÇÍËÈ                                                    
Azab yang telah menimpa mereka itu sebagai pembalasan yang setimpal dari kekafiran mereka terhadap ayat-ayat Tuhan mereka, dan kedustaan mereka terhadap rasulNya.[6]
2.    Tafsir
Ayat ini merupakan peringatan bagi kaum musyrik Mekkah bahwa nasib mereka sama dengan nasib kaum musyrik sebelum mereka, azab serta kehancuran melanda mereka karena tak beriman kepada Allah. Di sini kaum musyrik disuruh mengadakan riset  di atas bumi ini serta melihat ke tempat-tempat kaum yang telah mengingkari dan mendurhakai rasul-rasul-Nya. Karena itu Allah telah menghancurkan mereka dengan azab-Nya. Hal itu hendaknya menjadi pelajaran bagi kaum sesudahnya.[7]
Orang-orang yang dihancurkan oleh Allah itu kebanyakan terdiri atas kaum musyrik dan sesat. Mereka sedikit sekali yang beriman kepada Allah, dan tak mau menerima seruan rasul-rasulNya, seperti kaum Nuh as, kaum Ibrahim as, kaum Ad, Kaum Saleh as, kaum Syu’aib as, kaum Lut as dan lain-lain. Setiap ada siksaan, maka Allah hanya menghancurkan kaum musyrik  yang sesat itu, dan melepas kaum yang beriman yang sedikit jumlahnya.[8]

3.    Munasabah
                        Adapun hubungan ayat ini dengan ayat 41 yaitu Allah menjelaskan bahwa timbulnya kerusakan di dunia sebagai akibat dari perbuatan tangan manusia sendiri. Lalu Allah memberikan petunjuk kepada mereka, bahwa orang-orang sebelum mereka pernah melakukan hal yang sama seperti apa yang telah dilakukan oleh mereka. Akhirnya mereka tertimpa azab dari Allah, sehingga mereka dijadikan pelajaran buat orang-orang sesudahnya.
Sedangkan hubungan antara ayat 42 dan 43, dijelaskan bahwa Allah melarang orang kafir tetap pada kekafirannya, karena akan menimpa atasnya azab yang pedih dariNya, selanjutnya pembahasan itu diiringi dengan perintahNya yang ditujukan kepada rasulNya dan orang-orang yang mengikuti jejaknya, hendaknya mereka tetap teguh di dalam memegang apa yang ada pada mereka. Yaitu tetap beribadah kepada Allah Yang Maha Esa.[9]
3.   Konsep sejarah dalam Al-Qur’an
Konsep sejarah dalam Al-Qur’an adalah untuk mempelajari sunnah, yakni kebiasaan-kebiasaan atau ketetapan Ilahi dalam masyarakat, sehingga tidak mengalami perubahan bagi umat manusia. Pada konsep ini manusia diharapkan dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang terdahulu, sehingga mereka dapat mengambil pelajaran dari tingkah laku dan perbuatan orang-orang terdahulu melalui pengamatan langsung, penelitian peninggalan sejarah, atau media-media yang lain. Dari perjalanan ini dapat diketahui berbagai peninggalan umat terdahulu. Diantara mereka itu ada yang memperoleh kejayaan dan ada pula yang mengalami kerugian, penderitaan, kesengsaraan akibat kerusakan atau bencana yang menimpa mereka. Ada juga yang beriman dan taat beribadah kepada Allah, tetapi ada pula yang kafir, munafik, dan fasik. Orang-orang yang ditimpa bencana itu kebanyakan orang-orang yang musyrik.[10]
4.        Hukum-hukum sejarah dalam Al-Qur’an
Hukum-hukum sejarah dalam Al-Qur’an ini terdapat pada Sunnatullah/hukum-hukum kemasyarakatan, tidak ubahnya hukum-hukum alam atau hukum yang berkaitan dengan materi. Apa yang ditegaskan Al-Qur’an ini dikonfirmasikan oleh ilmuwan: “Hukum-hukum alam sebagaimana hukum-hukum kemasyarakatan bersifat umum dan pasti, tidak satu pun, dinegeri mana pun yang dapat terbebaskan dari sanksi bila melanggarnya. Hukum-hukum itu, tidak memperingatkan siapa yang melanggarnya, dan saksinya pun membisu sebagaimana membisunya hukum itu sendiri. Masyarakat dan manusia yang tidak dapat membedakan antara yang haram dan yang halal akan terbentur malapetaka, ketercabikan, dan kematian. Ini semata-mata adalah sanksi otomatis, karena kepunahan adalah akhir dari semua mereka yang melanggar hukum-hukum alam/kemasyarakatan”. Demikian juga terlihat bahwa kitab suci adalah kitab pertama yang mengungkap adanya hukum-hukum yang mengatur kehidupan masyarakat. Tidak heran hal tersebut diungkap Al-Qur’an, karena kitab suci itu berfungsi untuk mengubah masyarakat dan mengeluarkan anggotanya atau sekelompok orang, dari kegelapan menuju kejalan yang terang benerang (kejalan Allah) dari kehidupan negatif menuju kehidupan positif. Dan memang Al-Qur’anlah yang menerangkan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta peringatan bagi orang-orang yang bertakwa.[11]   
5.        Contoh kisah yang diceritakan Al-Qur’an
Ada beberapa kisah yang diceritakan dalam Al-Qur’an salah satunya adalah kisah Nabi Yusuf as setelah dilemparkan ke dalam sumur, mengangkat kedudukannya setelah dipenjarah, menjadikannya berkuasa di Mesir setelah dijual dengan harga yang sangat murah, mengokohkan kedudukannya di muka bumi setelah lama ditawan, memenangkannya atas saudara-saudaranya yang berbuat jahat terhadapnya, menyatuhkan kekuatannya dengan mengumpulkan kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya setelah perpisahan yang sekian lama, dan mendatangkan mereka dari belahan bumi yang sangat jauh. Sesungguhnya, Allah yang telah berkuasa untuk melakukan semua kejadian itu terhadap Nabi Yusuf.[12]
6.        Fungsi sejarah bagi kehidupan manusia
Menurut Al-Qur’an ada empat fungsi sejarah bagi kehidupan manusia yang terangkum dalam surat Huud: 120, yaitu :[13]
1. Sejarah berfungsi sebagai  peneguh hati
2. Sejarah berfungsi  sebagai pengajaran
3. Sejarah berfungsi sebagai peringatan
4. Sejarah sebagai sumber kebenaran.

IV.              ANALISIS
Pada surat Ali Imran ayat 137 mengandung pembelajaran bahwa kita menjalani hidup sesuai sunnatullah (ketentuan-ketentuan Allah). Dan siapa saja yang menyimpang darinya akan rugi, meskipun ia seorang Nabi atau shiddiq.
Pada surat Yusuf ayat 111 mengandung pembelajaran kepada orang-orang yang mempunyai akal sehat. Sedangkan orang-orang yang lalai yang tidak memanfaatkan akal fikirannya untuk memahami kenyataan yang ada, maka kisah nabi tersebut tidak akan bermanfaat baginya.
Pada surat Al Isro’ ayat 77 tidak jauh beda dengan permasalahan pada surat Ali Imran yaitu menjelaskan tentang sunnatullah.
Pada surat Thoha ayat 99 mengandung pembelajaran kepada Nabi Muhammad dalam menghadapi kaumnya yang membangkang dan ingkar kepadanya agar beliau bersabar karena nabi-nabi sebelum beliau juga mengalami hal yang tidak jauh berbeda dengan beliau.
Pada surat Ar-Rum ayat  42 mengandung pembelajaran mengenai adzab yang menimpa orang yang mempersekutukan Allah dan mengingkari ayat-ayat Allah.
Konsep sejarah dalam Al-Qur’an adalah untuk mempelajari sunnah, yakni kebiasaan-kebiasaan atau ketetapan ilahi dalam masyarakat, sehingga tidak mengalami perubahan bagi umat manusia.
Hukum-hukum sejarah dalam Al-Qur’an ini terdapat pada Sunnatullah/hukum-hukum kemasyarakatan, tidak ubahnya hukum-hukum alam atau hukum yang berkaitan dengan materi.
 Ada beberapa kisah yang diceritakan dalam Al-Qur’an salah satunya adalah kisah Nabi Yusuf as setelah dilemparkan ke dalam sumur hingga menyatuhkan kekuatannya dengan mengumpulkan kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya. Itu semua adalah kuasa Allah yang terjadi pada Nabi Yusuf.
  Fungsi sejarah bagi kehidupan manusia yaitu: sebagai  peneguh hatipengajaran, peringatan, dan sebagai sumber kebenaran.

V.              PENUTUP
Demikian makalah ini saya buat, mudah-mudahan dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan manfaat bagi kita semua. Untuk kesempurnaan makalah ini, saya selaku pemakalah bersedia menerima kritik dan saran yang membangun untuk menuju yang lebih baik nantinya.
Kami selaku pemakalah mohon maaf atas kekurangan kedempurnaan makalah ini, untuk perhatiannya kami ucapkan terimakasih.








DAFTAR PUSTAKA
Dapartemen Agama RI. Al Qur’an dan tafsirnya (edisi disempurnakan). Jakarta : Lentera Abadi. 2010.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid II. Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf. 1990.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid VII. Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf. 1990.

Kementerian Agama RI. Al Qur’an dan tafsirnya Jilid V. Jakarta : Lentera Hati. 2010. 

Musthafa Al-Maraghi, Ahmad. Tafsir Al-Maraghi 4. Semarang: PT. Toha Putra. 1986.

Mustofa, Ahmad. Al-Qur’an Hadits kelas XII. Surabaya: Al-Ikhlas. 1994.

Shihab, M.Quraish. tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati. 2003.

http://Kopral Cepot. blogspot.com. (fungsi sejarah dalam Al-Qur’an). Jum’at, 15 Juni 2012. Pukul 21.00 WIB



[1] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid II, (Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf,     1990), hal 53.
[2] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi 4( Semarang: PT.Toha Putra, 1986) Cet.1,hal.128-129.
[3] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi 4( Semarang: PT.Toha Putra, 1986) Cet.1,hal.128-129.
[4] Dapartemen Agama RI. Al Qur’an dan tafsirnya(edisi disempurnakan. (Jakarta : Lentera Abadi. 2010)  Hal 54-57.
[5] Kementerian Agama RI. Al Qur’an dan tafsirnya Jilid V.( Jakarta : Lentera Hati. 2010). 
[6] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi 4( Semarang: PT.Toha Putra, 1986) Cet.1,hal 102-103.
[7] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid VII, (Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf,     1990), hal 600.
[8] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid VII, (Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf,     1990), hal 601.
[9] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi 4( Semarang: PT.Toha Putra, 1986) Cet.1,hal 105
[10] A. Mustofa, Al-Qur’an Hadits kelas XII, (Al-Ikhlas: Surabaya, 1994). Hal 17

[11] M.Quraish shihab, tafsir Al-Mishbah, (Lentera Hati:Jakarta, 2003). Hal 363.

[12] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (CV.Putra Semarang:Semarang, 1986). Hal 101
[13] http://Kopral Cepot. blogspot.com. (fungsi sejarah dalam Al-Qur’an). Jum’at, 15 Juni 2012. Pukul 21.00 WIB

5 komentar: