AYAT-AYAT TENTANG SEJARAH DAN KISAH
I.
PENDAHULUAN
Setiap perbuatan tentu nantinya akan
dipertanggungjawabkan oleh masing-masing individu (manusia) kelak di yaumul
hisab (hari pembalasan). Oleh karena itu, kita sebagai umat manusia khususnya
umat islam yang sudah barang tentu telah mengetahui hal itu, maka hendaknya
dapat mengambil pelajaran/hikmah terhadap apa yang telah kita perbuat agar esok
bisa lebih baik lagi dan kita nantinya dibalas oleh Allah dengan balasan yang
baik pula.
Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW
melalui Jibril As sebagai mukjizat yang terbesar. Salah satu isi pokok
ajarannya adalah mengenai sejarah dan kisah umat terdahulu. Keterangan tentang
sejarah dan kisah umat terdahulu didalam kitab Al-Qur’an tentunya memiliki
tujuan. yaitu merupakan sebagai petunjuk/pelajaran bagi umat islam yang
selanjutnya agar dapat mengambil hikmah dari peristiwa yang sudah terjadi
dimasa lalu. Sehingga dimasa sekarang umat manusia khususnya umat islam tidak
terjerumus kedalam lembah hitam yang menyesatkan, lebih-lebih dapat
mendatangkan azdab Allah SWT.
Pada makalah ini, pemakalah akan memaparkan secara
rinci ayat-ayat tentang sejarah dan kisah beserta kaitannya untuk dapat kita
ambil hikmahnya.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian sejarah dan kisah?
2.
Bagaimana tafsir ayat-ayat tentang sejarah dan kisah?
3.
Bagaimana konsep sejarah dalam Al-Qur’an ?
4.
Bagaimana
hukum-hukum sejarah dalam Al-Qur’an ?
5.
Bagaimana
contoh kisah yang diceritakan Al-Qur’an ?
6.
Apa
fungsi sejarah bagi kehidupan manusia ?
III.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Sejarah dan Kisah
Berdasarkan Kamus Besar
Bahasa Indonesia sejarah adalah sebuah asal-usul (keturunan) silsilah atau kejadian
dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Sedangkan kisah adalah
cerita tentang kejadian atau riwayat dalam kehidupan seseorang.
2.
Tafsir ayat-ayat tentang sejarah dan kisah
a. Q.S Ali
Imron(3): 137
ôs% ôMn=yz `ÏB öNä3Î=ö6s% ×ûsöß (#rçÅ¡sù Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#øx. tb%x. èpt6É)»tã tûüÎ/Éjs3ßJø9$# ÇÊÌÐÈ
Artinya:“Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah
Allah, karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana
akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”
1. Asbabun
Nuzul
Sunnah Allah, artinya ketentuan yang berlaku, bahwa yang hak
pada akhirnya akan menang dan yang bathil akan kalah. Secara umum ayat ini
masih dalam rangka uraian tentang peperangan Uhud (yang dimulai dari ayat 121)
mengenai kejadian-kejadian yang penting dan sikap orang-orang kafir terhadap
orang-orang mukmin yang berakhir dengan kemenangan orang-orang mukmin, berkat
keimanan dan kesabaran dalam menghadapi segala macam bahaya dan rintangan untuk
mempertahankan dan menegakkan kebenaran.[1]
2. Tafsir
Pengertian ayat di atas adalah bahwa kehendak Allah pada makhluk-Nya berjalan
sesuai dengan Sunnatullah yang maha bijaksana. Barang siapa berjalan pada sunnah
tersebut maka akan berhasil,
sekalipun ia seorang mulhid atau watsani. Dan siapa saja
menyimpang darinya akan rugi, meskipun ia seorang Nabi atau shiddiq.[2]
Berdasarkan pengertian ini, tidak mengherankan jika kaum Muslimin
mengalami kekalahan dalam perang Uhud, dan kaum musyrikin bisa mendekati Nabi
SAW., bahkan sempat melukai beliau dan merontokkan giginya, serta
menjerumuskannya ke dalam lubang. Yang diakibatkan karena kaum muslimin saat
itu berada dalam dua kondisi, yaitu khawatir dan penuh harap. [3]
3. Munasabah
Adapun hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 135 dan 136,
sebelumnya menurut Ibnu Ar Razi ialah: setelah Allah SWT menjanjikan untuk
memberikan ampunan dan surga kepada orang yang taat dan orang yang bertaubat,
maka pada ayat ini Allah menyebutkan hal-ikhwal ummat yang taat dan yang tidak
taat pada abad-abad yang lampau supaya orang-orang mukmin mengambil i’tibar dan
pelajaran daripadanya.
Pada ayat 137 ini, Allah menerangkan bahwa sunnahNya (ketentuan yang
berlaku) terhadap makhlukNya, semenjak umat-umat dahulu kala sebelum umat Nabi Muhammad
SAW, tetap berlaku sampai sekarang. Dan Allah menyuruh kita
menyelidiki dan memperhatikan sebab-sebab ditimpakannya azab kepada orang-orang
yang mendustakan kebenaran.
Adapun selanjutnya dalam ayat 138 menjelaskan bahwa apa yang tersebut pada
137 adalah penerangan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi
orang-orang bertakwa.
b.
Q.S Yusuf (12):111
ôs)s9 c%x. Îû öNÎhÅÁ|Ás% ×ouö9Ïã Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# 3 $tB tb%x. $ZVÏtn 2utIøÿã `Å6»s9ur t,ÏóÁs? Ï%©!$# tû÷üt/ Ïm÷yt @ÅÁøÿs?ur Èe@à2 &äóÓx« Yèdur ZpuH÷quur 5Qöqs)Ïj9 tbqãZÏB÷sã ÇÊÊÊÈ
Artinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah
mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran
itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab)
yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat
bagi kaum yang beriman.”
1.
Tafsir
Kata ‘ibrah merupakan
Akar kata yang terdiri dari (‘ain-ba’-ro’) mempunyai arti berlalu,
melalui, melampaui, menyeberangi dan lain sebagainya. Ungkapan mi’bar adalah
tempat di pinggir kaliyang digunakan untuk menyebrangi lkali tersebut. Air mata
disebut ‘abrah karena ia meleleh
dan mengalir dari kelopak mata. Jika dikatakan “abbartur ad-dananir” artinya “aku menimbang-nimbang dinar itu satu demi satu”. Dari sini muncul ungkapan ‘ibrah atau i’tibar yang
sering kali diterjemahkan dengan mengambil pelajaran dai peristiwa masa
lalu karena seseorang yang mengambil pelajaran berarti dia akan membandingkan
antara peristiwa masa kini denagn peristiwa masa lalu, sebagaimana orang yang
akan menyebrangi sungai, dia akan melihat tempat penyeberangan yang kedua. Atau
se4bagaimana seseorang yang membandingkan satu dinar dengan dinar yang lain
ketika menukar.
Pada ayat ini,
Allah SWT menerangkan bahwa semua kisah nabi-nabi, terutama Nabi Yusuf AS
bersama ayah dan saudara-saudaranya , adalah pelajaran bagi orang-orang yang
memiliki akal. Sedangakan orang yang lalai yang tidak menggunakan akal
pikirannya untuk memahami kenyataan yang ada, maka kisah nabi tersebut tidak
akan bermanfaat baginya[4].
2.
Munasabah
Munasabah ayat
111 dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 110, bahwa ayat 110 menjelaskan tentang
kisah nabi yang mendapat cobaan dari Allah dan pertolongan Allah kepada mereka.
Pertolongan Allah akan datang ketika beliau (para Nabi) telah mencapai puncak
kesusahan dalam menanggung cobaan tersebut. Sedangakan ayat 111, sebenarnya
memiliki keterkaitan dengan seluruh ayat-ayat dalam surat yusuf. Surat yusuf
menceritakan tentang kisah nabi Yusuf, dan pada ayat terakhir ini menjelaskan
bahwa kisah-kisah nabi Yusuf tersebut memilki banyak kandungan pembelajarn bagi
kehidupan selanjutnya, setelah nabi Yusuf.
sp¨Zß `tB
ôs% $uZù=yör& n=ö6s% `ÏB
$oYÎ=ß ( wur ßÅgrB
$oYÏK¨YÝ¡Ï9
¸xÈqøtrB ÇÐÐÈ
Artinya : “(Yang demilian itu) merupakan ketetapan bagi para
rosul Kami yang Kami utus sebelum engkau, dan tidak akan engkau dapati
perubahan atas ketetapan Kami.”
1.
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan
oleh abu Syaikh Ibnu Hayyan al-Ansari dari Sa’id bin Jubair bahwa Nabi Muhammad
SAW pada suatu kali mengusap Hajar Aswad dalam tawaf, lalu dilarang oleh orang-
orang Quraisy. Mereka berkata: “Kami tidak akan mengizinkan kamu menciumnya
sebelum datang kepada tuhan –tuhan kami”. Nabi berkata dalam hatinya, “Apakah
salahnya jika aku mengunjungi tuhan – tuhan mereka, bila sesudahnya mereka
membiarkanku mencium Hajar Aswad. Allah mengetahui motivasiku mencium tuhan –
tuhan mereka”. Akan tetapi Allah tidak mengizinkan Nabi berbuat demikian, Jilalu kepada beliau diturunkannya ayat ini.
Ibnu Ishak,
Ibnu Mardawaih, dan lain – lainnya meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Umayyah
bin Khalaf, Abu Jahal, dan beberapa orang pemuka suku Quraisy berkata,
“Mintalah berkah tuhan – tuhan kami, kami akan beramai – ramai masuk agamamu”.
Rasulullah SAW sangat kecewa bila kaumnya menjauh darinya, karena beliau
menginginkan mereka semua masuk Islam Rasulullah sangat sedih, maka turunlah
ayat – ayat ini.
2.
Tafsir
Istilah (سنة الله) sunnatullah, dari segi bahasa terdiri dari kata “sunnah”
dan “Allah”. Kata سنة sunnah antara lain berarti “kebiasaan”. Sunnatullah adalah
kebiasaan-kebiasaan Allah dalam memperlakukan masyarakat. Dalam alQur’an kata sunnatullah
dan yang semakna dengannya seperti sunnatuna, sunnatul awwalin, terulang
sebanyak tiga belas kali. Kesemuannya berbicara dalam konteks kemasyarakatan,
sebagai contoh dapat dibaca QS. Al-Anfal (8): 38, al-ahzab (33):38, dan ghafir
(40): 85. Perlu diingat bahwa apa yang dinamai hukum-hukum alam pun adalah
kebiasaan-kebiasaan yang dialami manusia. Dan dari ikhtisar pukul rata
statistik tentang kebiasaan-kebiasaan itu, para pakar merumuskan hukum-hukum
alam. Kebiasaan itu dinyatakan Allah sebagai tidak beralih (QS. Al-Isra
(17): 77) dan tidak pula berubah (QS. Al-fath:23). Karena
sifatnya demikian, ia dapat dinamai juga dengan hukum-hukum kemasyarakatan atau
ketetapan-ketetapan Allah terhadap situasi masyarakat. Dahulu para pakar tidak
menyadari bahwa ayat ini berbicara tentang salah satu hukum kemasyarakatan
sehingga hukum-hukum tersebut belum lagi populer/diketahui. Karena itu, ada
yang menganggap bahwa firman-Nya diatas yang menyatakan “Tidak akan tinggal
sepeninggalmu” berarti mereka akan mati.
Ayat
diatas pada hakikatnya berbicara tentang sunnatullah/ hukum-hukum
kemasyarakatan sebagai bunyi lanjutannya “Dan tidak akan engkau dapati
perubahan bagi sunnah/ketetapan Kami itu” karena itu kalimat “Sepeninggalmu
mereka tidak tinggal, melainkan sebentar saja”, tidak boleh dipahami
sebagai kematian orang-orang tetapi kematian sistem/orde masyarakat.
Orang-orang yang hidup dalam masyarakat tersebut tetap bertahan hidup, tetapi
sistem kemasyarakatan dan pandangan jahiliah yang mereka anut menurut ayat yang
ditafsirkan ini sebentar lagi akan runtuh. Dan ini terbukti kebenarannya
setelah 10 tahun dari hijrah rasul saw dari Mekah. Ayat ini merupakan salah
satu bukti bahwa alQur’an adalah kitab pertama yang menjelaskan hukum-hukum
kemasyarakatan dan bahwa disamping ajal perorangan ada juga ajal bagi
masyarakat.
3.
Munasabah
Dalam ayat –
ayat yang lalu, Allah SWT menjelaskan keingkaran manusia yang tidak mau beriman
padahal nikmat Allah begitu besar, baik yang terdapat di alam raya ataupun yang
terdapat pada dirinya, padahal fitrah manusia itu beragama tauhid. Hal ini tampak
ketika mereka ditimpa malapetaka yang dahsyat, mereka memohon perlindungan
hanya kepada Allah. Akan tetapi, setelah terlepas dari malapetaka itu, mereka
tidak mau berterima kasih pada Zat yang menolongnya, malah menyembah tuhan-tuhan
yang lain yang mereka persekutukan dengan Allah. Dalam ayat-ayat ini, Allah swt
mengungkapkan bagaimana keingkaran kaum musyrikin Mekah kepada seruan
Rasulullah. Mereka bukan hanya menolak diajak kembali kepada agama tauhid,
bahkan memusuhi Nabi Muhammad dan kaum Muslimin serta berusaha mengusir mereka
dari bumi Mekah.
d.
Q.S Thaha : 99
y7Ï9ºxx.
Èà)tR y7øn=tã ô`ÏB Ïä!$t7/Rr& $tB
ôs% t,t7y
4 ôs%ur
y7»oY÷s?#uä `ÏB
$¯Rà$©! #\ò2Ï ÇÒÒÈ
Artinya :
Demikianlah Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang telah
lalu, dan sesungguhnya telah Kami berikan kepadamu dari sisi Kami suatu
peringatan (Al Qur’an).
1.
Tafsir
Pada ayat ini
Allah menjelaskan kepada Nabi Muhammad SAW bahwa kisah-kisah yang diberitakan
pada ayat-ayat yang lalu seperti kisah Musa AS bersama Firaun dan Samiri itu,
demikian pula kisah-kisah nabi sebelunya patut menjadi contoh dan teladan
baginya dalam menghadapi kaumnya yang ingkar dan sangat durhaka. Karena memang
demikianlah keadaan setiap rasul walaupun telah diturunkan kepadnya kitab-kitab
dan mu’jizat-mu’jizat untuk menyatakan kebenaran dakwahnya, namun kaumnya tetap
saja ingkar dan berusaha sekuat tenaga menentang seruannya dan tetap memusuhi
bahkan ingin membunuhnya untuk melenyapkannya sehingga tidak terdengar lagi
suara kebenaran yang disampaikannya.
2.
Munasabah
Pada ayat
sebelumnya Allah telah menerangkan kisah Nbi Musa AS. bersama Firaun dan
Samiri, dua pemimpin yang kafir dan durhaka, ini merupakan pengalaman pahit
yang biasa diderita oleh setiap Rosul dan orang-orang yang berusaha menegakkan
kebenaran dan meninggikan agama Allah. Maka pada ayat-ayat ini Allah
menerangkan kepada Nabi Muhammad SAW kisah para nabi sebelumnya sebagai
peringatan bagi umat manusia dan hiburan yang dapat melenyapkan kesedihan yang
bersemi dalam hati Nabi karena sikap kaumnya yang tetap saja ingkar dan tidak
mau menerima petunjuk-petunjuk Allah yang telah disampaikannya, ditambah lagi
dengan penganiayaan dan cemoohan yang dilontarkan mereka atas dirinya. Jadi apa
yang diderita oleh Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan risalah-Nya telah
dirasakan pula oleh nabi-nabi dan rasul-rasul sebelum beliau.
e. Q.S Ar-Rum (30)
: 42
ö@è% (#rçÅ Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#øx. tb%x. èpt7É)»tã tûïÏ%©!$# `ÏB ã@ö6s% 4 tb%x. OèdçsYò2r& tûüÏ.Îô³B ÇÍËÈ
Artinya: Katakanlah:
"Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang terdahulu. kebanyakan dari mereka itu adalah
orang-orang yang mempersekutukan (Allah)."
1. Asbabun
Nuzul
ö@è% (#rçÅ Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#øx. tb%x. èpt7É)»tã tûïÏ%©!$# `ÏB ã@ö6s% 4
Katakanlah
hai rasul, kepada orang-orang musyrik dari kalangan kaummu itu, lakukanlah perjalanan
ke berbagai negeri, lalu lihatlah dan perhatikanlah
tempat-tempat tinggal orang-orang yang kafir kepada Allah sebelum kalian,
karena mereka rela mendustakan rasul-rasulNya. Bagaimanakah Kami telah
membinasakan mereka dengan azab Kami, kemudian Kami jadikan mereka sebagai pelajaran
buat orang-orang yang sesudah mereka?
Selanjutnya
Allah menjelaskan penyebab yang mengakibatkan mereka dibinasakan oleh azab itu.
Dia berfirman:
tb%x. OèdçsYò2r& tûüÏ.Îô³B ÇÍËÈ
Azab yang
telah menimpa mereka itu sebagai pembalasan yang setimpal dari kekafiran mereka
terhadap ayat-ayat Tuhan mereka, dan kedustaan mereka terhadap rasulNya.[6]
2. Tafsir
Ayat ini
merupakan peringatan bagi kaum musyrik Mekkah bahwa nasib mereka sama dengan
nasib kaum musyrik sebelum mereka, azab serta kehancuran melanda mereka karena
tak beriman kepada Allah. Di sini kaum musyrik disuruh mengadakan riset di atas bumi ini serta melihat ke
tempat-tempat kaum yang telah mengingkari dan mendurhakai rasul-rasul-Nya. Karena
itu Allah telah menghancurkan mereka dengan azab-Nya. Hal itu
hendaknya menjadi pelajaran bagi kaum sesudahnya.[7]
Orang-orang
yang dihancurkan oleh Allah itu kebanyakan terdiri atas kaum musyrik dan sesat.
Mereka sedikit sekali yang beriman kepada Allah, dan tak mau menerima seruan
rasul-rasulNya, seperti kaum Nuh as, kaum Ibrahim as, kaum Ad, Kaum Saleh as,
kaum Syu’aib as, kaum Lut as dan lain-lain. Setiap ada siksaan, maka Allah
hanya menghancurkan kaum musyrik yang
sesat itu, dan melepas kaum yang beriman yang sedikit jumlahnya.[8]
3. Munasabah
Adapun hubungan ayat ini dengan ayat 41 yaitu Allah
menjelaskan bahwa timbulnya kerusakan di dunia sebagai akibat dari perbuatan
tangan manusia sendiri. Lalu Allah memberikan petunjuk kepada mereka, bahwa orang-orang
sebelum mereka pernah melakukan hal yang sama seperti apa yang telah dilakukan
oleh mereka. Akhirnya mereka tertimpa azab dari Allah, sehingga mereka
dijadikan pelajaran buat orang-orang sesudahnya.
Sedangkan hubungan antara ayat 42 dan 43,
dijelaskan bahwa Allah melarang orang kafir tetap pada kekafirannya, karena
akan menimpa atasnya azab yang pedih dariNya, selanjutnya pembahasan itu
diiringi dengan perintahNya yang ditujukan kepada rasulNya dan orang-orang yang
mengikuti jejaknya, hendaknya mereka tetap teguh di dalam memegang apa yang ada
pada mereka. Yaitu tetap beribadah kepada Allah Yang Maha Esa.[9]
3. Konsep
sejarah dalam Al-Qur’an
Konsep
sejarah dalam Al-Qur’an adalah untuk mempelajari sunnah, yakni
kebiasaan-kebiasaan atau ketetapan Ilahi dalam masyarakat,
sehingga tidak mengalami perubahan bagi umat manusia. Pada konsep ini manusia
diharapkan dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang terdahulu,
sehingga mereka dapat mengambil pelajaran dari tingkah laku dan perbuatan
orang-orang terdahulu melalui pengamatan langsung, penelitian peninggalan
sejarah, atau media-media yang lain. Dari perjalanan ini dapat diketahui
berbagai peninggalan umat terdahulu. Diantara mereka itu ada yang memperoleh
kejayaan dan ada pula yang mengalami kerugian, penderitaan, kesengsaraan akibat
kerusakan atau bencana yang menimpa mereka. Ada juga yang beriman dan taat
beribadah kepada Allah, tetapi ada pula yang kafir, munafik, dan fasik.
Orang-orang yang ditimpa bencana itu kebanyakan orang-orang yang musyrik.[10]
4.
Hukum-hukum sejarah
dalam Al-Qur’an
Hukum-hukum sejarah dalam Al-Qur’an ini terdapat
pada Sunnatullah/hukum-hukum kemasyarakatan, tidak ubahnya
hukum-hukum alam atau hukum yang berkaitan dengan materi. Apa yang ditegaskan
Al-Qur’an ini dikonfirmasikan oleh ilmuwan: “Hukum-hukum alam sebagaimana
hukum-hukum kemasyarakatan bersifat umum dan pasti, tidak satu pun, dinegeri
mana pun yang dapat terbebaskan dari sanksi bila melanggarnya. Hukum-hukum itu,
tidak memperingatkan siapa yang melanggarnya, dan saksinya pun membisu
sebagaimana membisunya hukum itu sendiri. Masyarakat dan manusia yang tidak
dapat membedakan antara yang haram dan yang halal akan terbentur malapetaka,
ketercabikan, dan kematian. Ini semata-mata adalah sanksi otomatis, karena
kepunahan adalah akhir dari semua mereka yang melanggar hukum-hukum
alam/kemasyarakatan”. Demikian juga terlihat bahwa kitab suci adalah kitab
pertama yang mengungkap adanya hukum-hukum yang mengatur kehidupan masyarakat.
Tidak heran hal tersebut diungkap Al-Qur’an, karena kitab suci itu berfungsi
untuk mengubah masyarakat dan mengeluarkan anggotanya atau sekelompok orang,
dari kegelapan menuju kejalan yang terang benerang (kejalan Allah) dari
kehidupan negatif menuju kehidupan positif. Dan memang Al-Qur’anlah yang
menerangkan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta peringatan bagi
orang-orang yang bertakwa.[11]
5.
Contoh kisah yang
diceritakan Al-Qur’an
Ada beberapa kisah yang diceritakan dalam Al-Qur’an salah satunya
adalah kisah Nabi Yusuf as setelah dilemparkan ke dalam sumur, mengangkat
kedudukannya setelah dipenjarah, menjadikannya berkuasa di Mesir setelah dijual
dengan harga yang sangat murah, mengokohkan kedudukannya di muka bumi setelah
lama ditawan, memenangkannya atas saudara-saudaranya yang berbuat jahat
terhadapnya, menyatuhkan kekuatannya dengan mengumpulkan kedua orang tuanya dan
saudara-saudaranya setelah perpisahan yang sekian lama, dan mendatangkan mereka
dari belahan bumi yang sangat jauh. Sesungguhnya, Allah yang telah berkuasa
untuk melakukan semua kejadian itu terhadap Nabi Yusuf.[12]
6.
Fungsi sejarah bagi
kehidupan manusia
Menurut Al-Qur’an ada empat
fungsi sejarah bagi
kehidupan manusia yang terangkum dalam surat Huud: 120, yaitu :[13]
1. Sejarah berfungsi sebagai peneguh hati
2. Sejarah berfungsi sebagai pengajaran
3. Sejarah berfungsi sebagai peringatan
4. Sejarah sebagai sumber kebenaran.
IV.
ANALISIS
Pada surat Ali Imran ayat 137 mengandung pembelajaran bahwa kita
menjalani hidup sesuai sunnatullah (ketentuan-ketentuan Allah). Dan siapa saja yang menyimpang darinya akan
rugi, meskipun ia seorang Nabi atau shiddiq.
Pada surat Yusuf ayat 111 mengandung pembelajaran kepada
orang-orang yang mempunyai akal sehat. Sedangkan orang-orang yang lalai yang
tidak memanfaatkan akal fikirannya untuk memahami kenyataan yang ada, maka
kisah nabi tersebut tidak akan bermanfaat baginya.
Pada surat Al Isro’ ayat 77 tidak jauh beda dengan permasalahan
pada surat Ali Imran yaitu menjelaskan tentang sunnatullah.
Pada surat Thoha ayat 99 mengandung pembelajaran kepada Nabi
Muhammad dalam menghadapi kaumnya yang membangkang dan ingkar kepadanya agar
beliau bersabar karena nabi-nabi sebelum beliau juga mengalami hal yang tidak
jauh berbeda dengan beliau.
Pada surat Ar-Rum ayat 42
mengandung pembelajaran mengenai adzab yang menimpa orang yang mempersekutukan
Allah dan mengingkari ayat-ayat Allah.
Konsep sejarah dalam Al-Qur’an adalah untuk mempelajari sunnah,
yakni kebiasaan-kebiasaan atau ketetapan ilahi dalam masyarakat, sehingga tidak
mengalami perubahan bagi umat manusia.
Hukum-hukum sejarah dalam Al-Qur’an ini terdapat pada Sunnatullah/hukum-hukum
kemasyarakatan, tidak ubahnya hukum-hukum alam atau hukum yang berkaitan dengan
materi.
Ada beberapa kisah yang diceritakan dalam Al-Qur’an salah satunya
adalah kisah Nabi Yusuf as setelah dilemparkan ke dalam sumur hingga
menyatuhkan kekuatannya dengan mengumpulkan kedua orang tuanya dan
saudara-saudaranya. Itu semua adalah kuasa Allah yang terjadi pada Nabi Yusuf.
Fungsi sejarah bagi kehidupan manusia yaitu: sebagai
peneguh hati, pengajaran, peringatan, dan sebagai sumber kebenaran.
V.
PENUTUP
Demikian makalah
ini saya buat, mudah-mudahan
dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan manfaat bagi kita
semua. Untuk kesempurnaan makalah ini, saya
selaku pemakalah bersedia menerima kritik dan saran yang membangun untuk menuju
yang lebih baik nantinya.
Kami selaku
pemakalah mohon maaf atas kekurangan kedempurnaan makalah ini, untuk
perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Dapartemen
Agama RI. Al Qur’an dan tafsirnya (edisi disempurnakan). Jakarta
: Lentera Abadi. 2010.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid II. Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf.
1990.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid VII. Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf.
1990.
Kementerian
Agama RI. Al Qur’an dan tafsirnya Jilid V. Jakarta
: Lentera Hati. 2010.
Musthafa Al-Maraghi, Ahmad. Tafsir Al-Maraghi 4. Semarang: PT. Toha Putra. 1986.
Mustofa, Ahmad. Al-Qur’an Hadits kelas XII. Surabaya:
Al-Ikhlas. 1994.
Shihab, M.Quraish. tafsir Al-Mishbah. Jakarta:
Lentera Hati. 2003.
http://Kopral Cepot. blogspot.com.
(fungsi sejarah dalam Al-Qur’an). Jum’at, 15 Juni 2012. Pukul 21.00 WIB
[1] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid II, (Yogyakarta: PT.Dana Bhakti
Wakaf, 1990), hal 53.
[2] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir
Al-Maraghi 4( Semarang: PT.Toha Putra, 1986) Cet.1,hal.128-129.
[3] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir
Al-Maraghi 4( Semarang: PT.Toha Putra, 1986) Cet.1,hal.128-129.
[4] Dapartemen
Agama RI. Al Qur’an dan tafsirnya(edisi disempurnakan. (Jakarta : Lentera Abadi. 2010) Hal 54-57.
[6] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir
Al-Maraghi 4( Semarang: PT.Toha Putra, 1986) Cet.1,hal 102-103.
[7] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan
Tafsirnya Jilid VII, (Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf, 1990), hal 600.
[8] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan
Tafsirnya Jilid VII, (Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf, 1990), hal 601.
[13] http://Kopral Cepot. blogspot.com.
(fungsi sejarah dalam Al-Qur’an). Jum’at, 15 Juni 2012. Pukul 21.00 WIB